Perkembangan Pers di
Indonesia Pada Masa Pergerakan Nasional
Apakah
Itu Pers...??
Sebelum membahas mengenai peranan
pers dalam pergerakan nasional, tentunya kita perlu memahami dengan baik apa
itu pers sendiri. Pers adalah kata yang sering kita dengar sehari-hari, yang
erat kaitannya dengan media massa, dunia jurnalistik, dan berita. Pers berasal
dari bahasa latin yang berarti cetak, yang mana media massa yang awal muncul
dibuat dengan cara dicetak atau melalui teknik percetakan. Pers sendiri berarti
sebuah lembaga atau badan yang mencari informasi dalam masyarakat dan
menerbitkannya sebagai berita dalam berbagai bentuk, baik secara tercetak atau
rekaman suara dan gambar.
Sebagai badan yang menyampaikan dan
menyebarkan informasi kepada masyarakat, pers juga berfungsi sebagai media
pendidikan, entertainment, sekaligus memiliki kontrol sosial dalam masyarakat.
Apa yang disampaikan oleh pers cenderung lebih dipercaya oleh masyarakat
sehingga membentuk pandangan umum mengenai suatu perkara atau peristiwa. Pers
dianggap memiliki kekuatan untuk mengungkap perkara yang selama ini tidak
terlihat sekaligus bisa menutupi hal yang seharusnya diangkat ke publik.
Pers di Indonesia sendiri sudah
muncul semenjak jaman kependudukan Belanda, dimana muncul berbagai surat kabar
dan majalah lokal yang dikelola oleh kaum terpelajar pada masa itu. Seiring
dengan perkembangan jaman, pers merambah kepada teknologi audio dan visual
dengan munculnya penemuan radio dan televisi. Dan perkembangan yang terkini
adalah teknologi internet, yang memungkinkan informasi untuk
tersebar melintasi
batas waktu dan jarak.
A.
Pers Masa Pergerakan Nasional
Masa pergerakan adalah masa bangsa
Indonesia berada dalam detik-detik terakhir penjajah Belanda sampai saat
masuknya Jepang menggantikan Belanda. Pers pada masa pergerakan tidak bisa
dipisahkan dari kebangkitan nasional bangsa Indonesia melawan penjajahan.
Setelah muncul pergerakan modern Budi Utomo tanggal 20 mei 1980, surat kabar
yang dikeluarkan orang Indonesia lebih banyak berfungsi sebagai alat
perjuangan. Pers saat itu merupakan “terompet” dari organisasi pergerakan orang
Indonesia. Surat kabar nasional menjadi semacam perlemen orang Indonesia yang
terjajah. Pers menjadi pendorong bangsa Indonesia dalam perjuangan memperbaiki
nasib dan kedudukan bangsa.
Beberapa
contoh harian yang terbit pada masa pergerakan, antara lain sebagai berikut:
- Harian “Sedio Tomo” sebagai kelanjutan harian Budi Utomo yang terbit di Yogyakarta, didirikan bulan Juni 1920.
- Harian “Darmo Kondo” terbit di Solo, yang dipimpin oleh Sudarya Cokrosiswono.
- Harian “Utusan Hindia” terbit di Surabaya, yang dipimpin oleh HOS. Cokroaminoto.
- Harian “Fajar Asia” terbit di Jakarta, dipimpin oleh Haji Agus Salim.
- Majalah mingguan “Pikiran Rakyat” terbit di Bandung, didirikan oleh Ir. Soekarno.
- Majalah berkala “Daulah Rakyat”, dipimpin oleh Moch Hatta dan Sultan Syahrir.
- Harian “Sedio Tomo” sebagai kelanjutan harian Budi Utomo yang terbit di Yogyakarta, didirikan bulan Juni 1920.
- Harian “Darmo Kondo” terbit di Solo, yang dipimpin oleh Sudarya Cokrosiswono.
- Harian “Utusan Hindia” terbit di Surabaya, yang dipimpin oleh HOS. Cokroaminoto.
- Harian “Fajar Asia” terbit di Jakarta, dipimpin oleh Haji Agus Salim.
- Majalah mingguan “Pikiran Rakyat” terbit di Bandung, didirikan oleh Ir. Soekarno.
- Majalah berkala “Daulah Rakyat”, dipimpin oleh Moch Hatta dan Sultan Syahrir.
Karena sifat dan isi pers pergerakan
anti penjajahan, pers mendapatkan tekanan dari pemerintahan Hindia Belanda.
Salah satu cara pemerintah Hindia Belanda saat itu adalah dengan memberikan hak
kepada pemerintah untuk memberantas dan menutup usaha penerbitan tanggal 13
Desember 1937.
B. Peranan Pers Dalam Pergerakan Nasional
Perkembangan pers berbahasa daerah atau melayu, yang dinilai oleh Douwes dekker dalam awal karangan ini menduduki tempat terpenting dari pers Eropa,dan terutama setelah berdirinya organisasi seperti boedi Oetomo, Sarekat Islam dan Indische Partij menimbulkan pemikiran di kalangan pemerintah Hindia Belanda untuk menetralisasi pengurus pers bumi putra itu.Jalan yang di tunjukkan Dr.Rinkes ialah dengan mendirikan surat kabar berbahasa Melayu oleh pemerintah sendiri serta memberikan bantuan kepada surat kabar yang di nilai lunak dalam pemberitaannya.
Berdirinya Boedi Oetomo di Jakarta
pada tanggal 20 Mei 1908 dan persiapan-persiapan kongresnya yang pertama yang
akan diadakan pada awal oktober tahun itu juga mendapat tempat dalam pers
Belanda dan Melayu.Surat edarannya pun dimuat dalam surat kabar De Locomotief
dan Bataviaasch Nieuwsblad, demikian juga dalam majalah Jong Indie. Memang
sejak kelahirannya, organisasi pertama ini memperhatikan pentingnya penerbit
dan surat kabar sebagai penyambung suara organisasi. Sesuai dengan sikap Boedi
Oetomo pada awal pertumbuhannya sejak golongan tua menjadi
pemimpin-pemimpinnya, maka surat kabar pun bercorak lunak, namun satu segi yang
menarik ialah kesadaran redakturnya menulis dan memberitakan yang penting bagi
kemajuan dan kesejahteraan. Pentingnya surat kabar berbahasa Melayu terbukti
juga dari ikhtisar-ikhtisar yang muncul dalam majalah dan surat kabar Belanda,
seperti Tropisch Nederland, Kolonial Tijdschrift dan Java Bode.
Semenjak berdirinya Sarekat Islam,
nampak adanya pemberitaan baru surat kabar, diantaranya ada yang menonjol dan
ada pula yang kurang berarti. juga beberapa terbit di luar pulau Jawa.
Mula-mula Darmo Kondo merupakan surat kabar yang utama di Jawa, tetapi setelah
berdirinya SI, di Surabaya terbit Oetoesan Hindia yang isinya lebih hidup dan
condong ke kiri. Darmo Kondo sendiri tetap tenang dan kurang menunjukkan
kepekaannya mengenai tanda-tanda zaman, meskipun lingkungan pembaca cukup
besar. Darmo Kondo sebelum tahun 1910 dimiliki dan dicetak oleh seorang
keturunan Cina, Tan Tjoe Kwan dan redaksi ada ditangan Tjnie Sianh Ling,yang
diketahui mahir di dalam soal sastra Juwa. sejak itu dibeli oleh Boedi Oetomo
cabang Surakarta dangan modal Rp.50.000,-
Oetoesan Hindia lahir setelah SI
mengadakan kongresnya yang pertama di Surabaya, 26 januari 1913 dibawah
pimpipinan Dokroaminoto, Sosrobroto serta Tirtodanudjo. Tirtodanudjo merupakan
penulis yang tajam menarik perhatian umum, demikian juga karangan seorang
bernama Samsi dari Semarang. Kedua-duanya merupakan pemegang rekor delik pers
dan seringkali berurusan dengan pihak pengadilan. Tjokroaminoto sendiri
mengimbangi dengan tulisan-tulisan yang tinggi mutunya dengan nada yang tenang,
juga bila dia menulis untuk menangkis serangan-serangan yang dutujukan
kepadanya. Selama tiga belas tahun Oetoesan Hindia isinya mencerminkan dunia
pergerakan, politik, ekonomi dan perburuhan, khusus yang dipimpin oleh Central
Sarekat Islam.
Karangan para pemimpin Indonesia
muncul dan mengisi suratkabar itu serta merupakan perjatian pembaca. Singkatan
nama-nama mereka O.S.tj. (Oemar Said Tjokroaminoto), A.M. (Abdul Muis). H.A.S.
(Haji Agus Salim),T.Mk. (Tjipto Mangunkusumo), A.P. (Alimin Prawirohardjo),
A.H.W. (Wignjadisastra) dan Surjopranoto silih berganti mangisi suratkabar itu,
yang pengaruhnya sering nampak disuratkabar yang terbit dikepulauan lain.
Namun kelamahan suratkabar bumiputra
ialah kurangnya pemasang iklan, sehigga dengan uang langganan saja tidak cukup
untuk dapat bertahan. Ditambah lagi banyak perkara SI mengurangi ketekunan
pengurusnya untuk tetap memikirkan kelangsungan suratkabarnya, dan setelah
djokroaminoto terkena perkara politik sehingga ia di jatuhi hukuman dan
pemecahan di dalam tubuh SI sendiri tak terhindarkan lagi, maka Oetoesan Hindia
tutup usia pada triwulan pertama tahun1923.
Suratkabar SI lainnya ialah Sinar
Djawa di Semarang, Pantjaran Warta diketehui dan Saroetomo di Surakarta yang
terakhir itu adalah suratkabar asli Sarekat Islam sejak kelahiran organisasi
itu pada bulan Agustus 1912 mula-mula Saroetomo merupakan suratkabar yang
kurang berarti, tetapi berangsur-angsur nampak pengaruh Oetoesan Hindia
sehingga makin bermutu terutama dengan muncul mas Marco Dikromo, seorang
berasal dari Bodjonegoro, yang waktu itu berumur 23 tahun, maka
karangan-karangan mewakili gaya tulis tersendiri terkenal dalam hubungan ini ialah
komentar mas Marco mengenai cara kerja Mindere Whevaarts Commissie (Komisi
untuk meyelidiki sebab-sebab kemunduran rakyat Bumi Putra) sehingga menimbulkan
heboh besar setelah tulisan-tulisannya mendapat halangan dari Saroetomo,
terutama karena campur tangan pemerintah, maka ia mendirkan suratkabar sendiri
bernama Doenia Bergerak.
0 komentar:
Posting Komentar